BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang masalah
A.Latar belakang masalah
Saat ini telah banyak budaya di indonesia dan dunia,baik perbedaan secara bahasa,warna kulit,peraturan,cara hidup dan sebagainya. Semua itu akan menjadi masalah besar jika tidak ada cara untuk menyatukannya,untuk itu ilmu antropologi hadir untuk mempelajari semua adat istiadat dan budaya-budaya. Dan juga untuk mempersatukan rakyat walaupun berbeda-beda baik secara fisik dan nonfisik. Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya. Lalu ISD (ilmu sosial dasar), ISD adalah gabungan dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang dipergunakan dalam pendekatan dan pemecahan masalah-masalah sosial yang timbul dan berkembang dalam masyarakat. ISD memberikan dasar-dasar pengetahuan umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial kepada mahasiswa, yang diharapkan cepat tanggap serta mampu menghadapi dan memberi alternatif pemecahan masalah dalam kehidupan masyarakat. Dengan begitu antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu sosial dasar tidak ada perbedaan yang prinsipiil.
B. Tujuan penulisan
Tujuan penulis membuat makalah ini agar banyak orang mengerti bahwa banyaknya perbedaan baik bahasa,suku,adat istiadat di indonesia dan dunia.tapi dari perbedaan ini kita harus menemukan cara untuk bersatu,diantaraya adalah belajar antropologi.
C. Metode penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode pustaka yaitu penulis menggunakan media pustaka dalam penyusunan makalah ini.
Penulis juga menggunakan dokumen pribadi untuk penyusunan makalah ini.
BAB II
ILMU SOSIAL DASAR DALAM BIDANG ANTROPOLOGI
Pengertian ISD
Ilmu social dasar ( ISD ) adalah ilmu pengetahuan yang menelaah masalah – masalah social yang timbul dan berkembang, khususnya yang diwujudkan oleh warga Indonesia dengan menggunakan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu social. pengetahuan yg menelaah masalah2 sosial, khususnya masalah – masalah yg diwujudkan oleh masyarakat Indonesia, dengan menggunakan Teori – teori yg berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu – ilmu sosial (seperti Geografi Sosial, Sosiologi, Antropologi Sosial, Ilmu Politik, Ekonomi, Psikologi Sosial dan Sejarah)
Tujuan ISD
ISD membantu perkembangan wawasan penalaran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan yg lebih luas dan ciri – ciri kepribadian yg diharapkan dari sikap mahasiswa, khususnya berkenaan dengan sikap dan tingkah laku manusia dlm menghadapi manusia lain, serta sikap dan tingkah laku manusia – manusia lain terhadap manusia yg bersangkutan secara timbal balik.
ISD juga merupakan suatu usaha yang dapat diharapkan memberikan pengetahuan umum dan pengetahuan dasar tentang konsep2 yg dikembangkan untuk melengkapi gejala – gejala sosial agar daya tanggap (tanggap nilai), persepsi dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosial dapat ditingkatkan, sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungan sosialnya menjadi lebih besar.
Pengertian Antropologi
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Anthropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal"). Anthropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Anthropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan anthropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode anthropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.
Sejarah Antropologi
Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya. Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:
Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa. Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya. Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa. Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung. Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun. Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.
Fungsi Antropologi Bagi Kehidupan Manusia
Selama ini antropologi hanya diidentikan sebagai disiplin ilmu budaya yang hanya mempelajari etnisitas diberbagai belahan dunia. Mata masyarakat kurang melihat fungsionalitas antropologi sebagi ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan sosial. Hal ini bukan sepenuhnya kesalahan masyarakat. Namun lebih bijaknya, ini menjadi sebuah otokritik bagi para antriooplog dan disiplin ilmu antropologi untuk lebih menginformasikan ke masayarakat terkait dengan fungsionalitasnya dalam kehidupan sosial.
Terkait dengan fungsi disiplin ilmu antropologi sendiri, menjadi hal unik untuk dikaji tentang sudut pandang antropologi yang membedakannya dengan ilmu sosial lainnya. Pada suatu perbandingan, jika sosiologi lebih menitikberatkan suatu fenomena sosial dengan memperhatikan pola interaksi masyarakat yang berada didalamnya dan berujung pada sebuah modernisasi dan kehidupan yang berperadaban. Pada sudut pandang yang berbeda, antropologi memandang suatu fenoma sosial yang terjadi dimasyarakat dengan mengakitkan pada nilai, norma, adat, tradisi, dan budaya yang berada dikehidupan masyarakat tersebut. Antropologi menempatkan fungsinya sebagai disiplin ilmu yang memakai perspektif budaya (mengedepankan nilai-nilai budaya) dalam penyelesaian masalah kehidupan sosial manusia.
Pada kehidupan politik, hukum, dan perekonomian, antropologi memberikan suattu alternatif politik lokal, hukum adat, dan perekonomian tradisional yang disandarkan pada kearifan lokal yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu. Pada dunia politik, antropologi telah memberikan sumbangan berupa sistem politik lokal yang dapat menambah perbendaharaan dalam ilmu politik serta suatu strategi politik terkait dengan pembangunan kegiatan politik negara yang didapat dari hasil penelitian sistem politik diberbagai daerah di Indonesia (integrasi nasional). Pada bidang hukum, antropologi banyak memberikan catatan-catan penting tentang bagaimana hukum adat yang selama ini mejadi faktor tak tertulis yang justru pada daerah tertentu menjadi hukum yang masih lebih dominan dipakai daripada hukum konvensional. Kegiatan perekonomian telah menjadi hal lazim dalam pengkajian bidang antropologi. Kegiatan perekonomian masyarakat yang dikaji dari sudut pandang budaya untuk menjelaskan bagaimana kegiatan perekonomian manusia berlangsung dari semenjak sistem tradisional hingga pasar bebas. Hal ini yang menyebabkan perekonomian juga memerlukan antropologi dalam hal penjelasan sistem perekonomian yang bermula dari sistem tradisional yang kini berkembang menjadi sistem pasar bebas. Kemudian masih banyak lagi peran antroplogi dalam bidang lainnya seperti teknologi, kesehatan, lingkungan, pangan, perkotaan, dll.
Kehidupan negara sendiri tak luput dari sasaran gungangan stabilitas pertahanan nasional. Isu SARA adalah isu yang paling mudah mengganggu stabilitas keamanan nasional oleh karena rawan konflik. Antropologi sendiri menfasilitasi dialog-dialog multikulutral yang mendorong terciptanya pluralitas dimasyarakat bertujuan untuk tetap menjaga stabilitas keamanan didalam masayarakat (integrasi sosial yang berujung pada integrasi nasional). Bidang pertahanan dan keamanan negara sebenarnya membutuhkan antropologi sebagai sumber informasi yang terkait dengan pengenalan karakter masyarakat dan kebudayaannya dalam rangka menjaga keutuhan NKRI yang terus diusahakan oleh seluruh masyarakat. Bapak Koentjaraningrat sendiri sebagai antropolog pertama mendapatkan kursi kehormatan dalam mengajar perguruan tinggi militer (kepolisian), dimana ia memberikan kuliah tentang manusia dan kebudayaan di Indonesia. Hal ini membuktikan antropologi menempati peran penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam bidang pertahanan dan keamanan negara Indonesia
Oleh karena pentingnya peran antropologi dalam kehidupan yang belum terlihat oleh masyarakat secara utuh serta belum dimaksimalkan oleh para antropolog untuk memegang peranan dalam kehidupan sosial, maka disini perlu di galakkan kembali sosialisasi tentang bidang ilmu antropologi kepada masyarakat luas oleh para antropolog. Tulisan-tulisan yang produktif tentang gejala sosial yang terjadi di masyarakat akan menunjang proses sosialisasi disiplin ilmu tersebut. Dengan tidak membatasi diri kepada etnografi semata dan membuka pembahasan tentang bidang ilmu yang berada di masyarakat dan gejala sosial yang ada di dalamnya dengan perspektif budaya, antropologi akan dengan cepat menemukan perannya dalam kehidupan sosial. Tulisan adalah media yang paling efektif yang dapat mempengaruhi masyarakat, dan hal tersbut tentunya telah menjadi skill khusus para antropolog.
Kembali pada sebuah kesimpulan akhir, bahwa maju atau tidaknya bidang ilmu antropologi dalam kehidupan sosial masyarakat bergantung pada peran antropolog itu sendiri dalam menyosialisasikan bidang ilmunya kehadapan masyarakat dan juga berperannya antropolog dalam penyelesaian masalah sosial yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Jika kedua aspek tersebut telah dapat dimaksimalkan oleh para antropolog, bukan tidak mungkin suara antropologi akan lebih terdengar dari sebelumnya, bahkan antropologi menempati posisi yang strategis dalam isu (SARA) yang terjadi di masyarakat. Semua ini tergantung bagaimana peran antropolog agar dapat membuat antropologi berbicara di kehidupan sosial masyarakat. Proses kemajuan suatu bidang ilmu ditentukan oleh para sumber daya manusia yang berada di disiplin ilmu itu sendiri. Jika ingin antropologi berbicara, walaupun hanya lewat sebuah media tulisan, maka perlu kesadaran dari para pelaku bidang ilmu tersebut untuk kembali memperjuangkan eksistensinya ditengah-tengah masyarakat.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi
0 komentar:
Posting Komentar